Beberapa Minggu ini dilucukan dengan rekanan kantor yg keukeuh minta bukti potong PPN dan PPh 22. Pasalnya mereka bilang sudah bayar pajak tersebut sementara kami di dinas membayar mereka LS dari KPPN dengan memungut pajak tersebut. Jelas saja tidak akan nyambung fungsi bendahara kantor yg memungut PPN namun rekanan meminta bukti potong. Kenapa? Karena memang tugas bendahara memungut dan atau memotong. Untuk PPN dan PPh Pasal 22 bendahara hanya melakukan pemungutan saja, bukan pemotongan. Berbeda dengan PPh pasal 21, 23, maupun pasal 4 final yang memang melakukan potongan sehingga ada bukti potong.
Apa bedanya? Kalau memungut PPN bendahara melakukan setoran atas pungutan pajak tersebut (termasuk PPh 22) menggunakan NPWP rekanan, sementara untuk PPh pasal 21, 23, dan pasal 4 ayat 2 bendahara melakukan pemotongan dan menyetornya dengan NPWP bendahara, dan bendahara membuat bukti potong atas hal tersebut.
Nah kenapa ada rekanan yang keukeuh meminta bukti potong PPN? Ternyata ada yg perlu bendahara perhatikan dalam menerima faktur pajak atas tagihan. Bahwasanya ternyata faktur (dalam hal ini e-faktur) menyediakan menu faktur untuk pungutan bendahara ini, yakni dengan kode 020. Berbeda dengan faktur biasa dimana rekanan harus bayar memang dengan kode 010. Nah disini sepertinya bendahar harus lebih teliti lagi, bila menerima faktur 010 padahal bendahar wajib pungut, sebaiknya minta rekanan untuk memperbaiki faktur tersebut dengan kode 020. Sekian sekilas info semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment