Ekuitas adalah hak sisa dalam sebuah neraca akuntansi, dimana bila aktiva berasal secara penuh dari pasiva, dan dimana pasiva adalah sumber aktiva, dan aktiva ada yg bersumber dari kewajiban, maka sisanya adalah ekuitas. Bila aktiva atau aset lebih kecil dari kewajiban maka dipastikan ekuitas bernilai minus.
Sementara equilibrium adalah keseimbangan, sama halnya dengan neraca itu sendiri, besaran aktiva selalu sama dengan pasiva, dan penyeimbang aset dengan kewajiban adalah ekuitas, itulah yang menjaga sifat equilibrium dari neraca.
Pada dasarnya merger adalah menyatukan neraca beberapa entitas. Dalam kegiatan merger inilah ekuitas equilibrium harus dipertahankan.
Dalam merger satuan kerja pemerintah, secara laporan keuangan basis kas mungkin aman (ending LRA) karena sejak awal satker merger tidak mendapatkan Dipa, maka dipastikan tidak akan ada realisasi belanja, namun masih dimungkinkan adanya realisasi pendapatan, bila itu terjadi maka yang diperlukan adalah pemindahbukuan pendapatan tersebut kepada satker penerima merger.
Masalah merger adalah pada laporan akrual, disinilah letak masalah harus dipertahankannya equitas equilibrium.
Proses normalnya (pendapat kami pribadi) adalah dimulai dari merger persediaan (persediaan di tktm-kan) lalu adk persediaan yg kosong dikirim ke simak. Setelah itu simak/ aset tetap juga dimerger (di tktm-kan) sampai habis lalu adk simak yg kosong dikirim juga ke saiba. Setelah itu saiba mengosongkan residu neraca (kemungkinan sisa aset lancar dan utang).
Nah bisa jadi ketika merger persediaan tidak ditransfer namun malah dihabiskan dengan pola konsumsi, maka dengan rentetan yg hampir sama dengan di atas, seharusnya perlu juga di saiba mentransfer beban persediaan ke satker penerima merger. Terlebih juga bila terjadi penghapusan aset juga perlu mentransfer beban penghapusan, karena seharusnya satker yang di likuidasi sudah tidak menghasilkan laporan baik lra, lo, lpe, maupun neraca
No comments:
Post a Comment