cookieOptions = {link}; Penilaian aset | Hafid Junaidi

Saturday, October 1, 2016

Penilaian aset

Akhir-akhir ini sedang berjalan program tax amnesti yang berhubungan dengan penilaian aset bagi wajib pajak (disini kita belum sampai taraf pembahasan zakat). Yang umum terjadi bagi wajib pajak dalam melaporkan pajak memang adalah pelaporan atas aset, terutama wajib pajak pribadi. Berbeda dengan entitas perusahaan memang informasi aset selayaknya sudah tersedia pada salah satu laporan keuangannya yakni neraca. Sementara wajib pajak pribadi hampir kebanyakan pastinya tidak ada laporan semacam neraca, namun secara logika akuntansi, sebenarnya setiap kita bisa membuat laporan/ informasi seperti neraca tersebut sehingga kita bisa mengisikan informasi aset pada laporan pajak kita (spt tahunan).

Dalam persamaan dasar akuntansi perlu dipahami bersama bahwa H = U + M . Persamaan itu bisa kita terapkan pada kita, dimana tentunya M sebagai nilai ekuitas.
Permasalahannya muncul pada penilaian aset yang diperoleh dari dana pinjaman bank, dimana seorang wajib pajak dimisalkan disini berhutang pada bank misal 200juta, untuk beli Rumah seharga 200juta.
Permasalahan muncul dikarenakan kenyataan dalam menilai aset atau hutang ini tidak sama. Padahal dalam persamaan akuntansi tadi kan seharusnya selalu balance.
Maka ada 2 metode yang dapat kita terapkan dalam penilaian aset dan hutang.
Metode yang paling mendekati kebenaran esensi adalah menilai hutang sebesar hutang Pokok saya. Namun metode ini agak sulit karena yg mengetahui jumlah hutang Pokok biasanya adalah bank.
Seperti yang diketahui oleh kita yang berhutang, jumlah cicilan hutang selama periode mengangsur tentulah jauh lebih besar daripada uang yang pertama diterima sebagai hutang (atau dikenal sebagai hutang Pokok). Dengan persamaan akuntansi, maka dalam laporan aset pada spt tahunan, pengakuan hutang selayaknya tidak dihitung sebesar cicilan dikalikan jumlah bulan tunggakan, karena informasi  tesebut tidaklah benar bahkan membuat ekuitas bersaldo tidak normal (debet/ bangkrut). Namun seharusnya hutang hanya diakui sebesar hutang Pokok saja, dimana sejatinya cicilan pada angsuran adalah membayar sebagian hutang Pokok dengan bunganya. Dimana setiap mengangsur bisa dianggap mengurangi utang (akun riel) dan membayar bunga (akun nominal)
Metode yang kedua yang lebih mudah adalah menilai aset sebesar cicilan. Misal bila hutang tadi ternyata bila dihitung cicilannya sebesar 350juta, maka meskipun aset dibeli 200juta, lebih mudah dinilai sebesar 350juta, dengan begitu kita bisa menilai hutang dengan menghitung sisa angsuran. Cara yang ini lebih mudah meskipun kurang benar secara esensi.

No comments:

Post a Comment